Thursday, 9 May 2013

kisah romantis yang tragis





 kisah romantis yang tragis
Di sebuah perkampungan kecil dan terpencil, terdapat dua sosok manusia yang sudah tua, hidup kurang kaya, dan tinggal di gubuk bilik dengan atap baligo dan spanduk bekas PILGUB kemarin. Meski keadaan yang seadanya, tapi mereka hidup rukun, damai dan romantis sampai berujung agak tragis. Mereka hidup bertiga dengan si Tongtong, yaitu seorang anak yang lucu, imut, dan agak amit-amit.., yang kemudian mereka anggap sebagai keluarganya sendiri.
Konon katanya, si Tongtong adalah saksi bisu keromantisan bulan modusnya yang ke 99..(bilang wowwWWW gk eahhhh????:-D). Tragedi itu menguak banyak misteri, terlebih dengan ditandainya perubahan si Tongtong yang signifikan, memutar balik 360* C. tingkahnya menjadi aneh.., terlebih lagi ketika ia menginjak remaja. Suara merdunya yang khas di malam hari “tokkee!!”… “tokkee!!”….. berubah menjadi “tokk**tt!!”…”tokk**tt!!.... Tongtong sang toke belang itu memang berubah menjadi beda dari sebangsanya akibat kosleting fikiran..karena terjatuh dari atap kamar saat menyaksikan  bulan modus kakek dan nenek yang ke 99 itu, (ini ciuzzssSS!!). Dari kejadian itulah..mereka  merasa iba dan prihatin terhadap si Tongtong, hingga perasaan itulah yang membuat mereka mengangkat si Tongtong menjadi anak angkatnya.
Tugas si Tongtong di siang hari  hanya beres-beres rumah dan belajar ditambah tidur sebagai waktu istirahatnya. Ma’lumlah…, dia kan di siang hari gak bisa keluyuran..(because TOKE gtu lochhhhhh !!!). heheeeee :-D!!, sedangkan nenek dan kakek pergi ke sawah dan ladang untuk bekerja. Mereka lebih memilih memberdayakan alam sekitar untuk memenuhi kehidupannya, ketimbang kerja nyari duit. “Toh..mereka yang kerja nyari duit juga makannya tanaman-tanaman yang seperti gue tanam!” (ujar si nenek..sambil menatap langit).
Hari ini nenek dan kakek pulang agak cepat, karena hanya nyawerin pupuk doang ke tanamannya. Karena waktu masih lenggang, sang kakek berencana pergi ke sungai untuk memancing ikan. Sebelum berangkat, sang nenek berpesan untuk dicarikan ikan yang banyak dan besar-besar. Sang nenek ingin ikan yang didapat nantinya dibuat menjadi pepes ikan kesukaan si Tongtong. Namun sang kakek tidak setuju bila ikan yang akan didapatnya dijadikan pepes, ia lebih memilih ikannya nanti dibakar dengan bumbu pecel kesukaannya. Mereka tetap mempertahankan argumennya, hingga terjadi perselisihan di antara keduanya.
Nenek: kalau nanti kakek dapat ikan, nenek bikinin pepes suppecial buat si Tongtong.. ia demen banget tuh..ma pepes buatan gue!!,,
Kakek: loh.., gue kan gak demen ma pepes!, gue maunya dijadiin ikan bakar samble pecel aja dehhhh…
Nenek: gak mau tauuU!!. (titik)
Kakek: oh.., jadi ini maunya lo?? ..it’s ok!
Nenek: teruuuuussssssssssss?
Kakek: lo, gue and!!” (titik, gak pake pepes-pepesan)
Nenek: gue nih cewek, gue juga punya diri harga! Jika itu mau loe, yaudahhh!”
Ditengah-tengah konflik yang terjadi, ternyata si Tongtong sudah terbangun. Ia mendengar semua kejadian itu. Si Tongtong terjatuh dari atap, setelah tak kuasa melihat pertengkaran nenek dan kakek. Ia mati terinjak oleh kaki sang kakek. Melihat hal tersebut, nenek yang marah tanpa berfikir panjang langsung memukul kepala kakek dengan langseng. Sang kakek tergeletak tak sadarkan diri, hingga ajalpun menjemputnya.
Sang nenek menangis dengan penuh penyesalan. Penyesalan yang tidak akan lagi ada gunanya. Ia baru tersadar..bahwa pertengkarannya dengan sang kakek hanyalah perdebatan tentang khayalan semata. Akhirnya nenek yang kini hidup sendiri, mengakhiri nyawanya dengan bunuh diri.. ia bunuh diri, karena penulis tak kuasa ingin mengakhiri ceritanya.. dan cerita tragis di ujung cerita ini adalah rekayasa penulis yang sangat tragis.. mudah-mudahan anda tidak menangis karena hati yang teriris oleh penulis. Selalu ada hikmah yang terkandung dalam perut cerita ini.. pesan terakhir dari penulis “ambil hikmahnya aja!”

0 komentar:

Silakan Gunakan Kolom berikut Untuk Bertanya Lebih lanjut"! Salam KELUARGA BESAR O-KAO!