Sunday 28 July 2013

Cerpen Renungan

Seekor Keledai dan Luka
Oleh Nana Sastrawan

AKU tak pernah tahu kapan masa lalu itu selalu membayangi setiap langkahku. Sampai tangan ini menuliskan kata-kata luka di kertas-kertas putih yang sudah lama tak pernah aku pakai di dalam tas rangselku. Pada awalnya aku ragu untuk menuliskannya, sebab luka itu teramat pedih jika harus aku tuliskan, menjadi puisi, cerita pendek atau novel. Sangat teramat pedih, hingga kamu juga pasti akan menangis jika membacanya.
          
Tetapi aku berani mulai menuliskanya,
           

Luka. Inilah yang memecahkan hati hingga berkeping-keping.
Mencucurkan air mata di setiap waktu.
Seolah hidup sudah sangat dekat dengan akhir.

Untuk apa luka itu datang dan menjebakku? Aku tak pernah berharap wajahku yang selalu berseri-seri menjadi murung dan gelisah, tubuhku yang segar menjadi kurus dan kering, jari-jariku yang lentik menjadi hitam dan kotor, mataku yang indah menjadi redup. Hitam, sesungguhnya aku tak ingin menjadi gelap.
Lalu, air mata terasa pedih di kelopak mata.

Kenang. Tiada berdaya detak jantung menghentikan.
Sangat halus menyerap dan menjadikan boneka.
Mudah dikendalikan.

Perasaan ini dihidupkan olehnya, dibuat seolah aku harus membutuhkan luka,untuk sebuah senyuman? Aku tak pernah tahu, sebab sesuatu yang di depan tidakmudah diketahui, walau sedemikian kuat aku melawan luka. Menikmati luka sama dengan menjerumuskan diri kedalam jurang kesunyian, namun apa mungkin aku dapat membuat ramai di tengah kesunyian?

Diantara keduanya, ada jalan cahaya, katamu.

Pintu kamar hotel diketuk, aku terperanjat lalu membukanya. Suci berdiri dihadapanku.

“Kamu masih menangis?”

Segera kuhapus air mata.

“Dasar keledai!”

Suci masuk, kemudian meletakan lukanya di atas kertas-kertas putih milikku,lalu memeluk tubuhku.

0 komentar:

Silakan Gunakan Kolom berikut Untuk Bertanya Lebih lanjut"! Salam KELUARGA BESAR O-KAO!